TEMA CERITA
”KARMAPALA”
JUDUL
CERPEN
”Ketabahan Ni Sulasih”
Pagi yang cerah disambut kicauan burung yang
seakan-akan menyatu dengan alam. Di suatu desa tidak jauh dengan gunung
muliya, tinggallah soarang Ibu bersama anaknya yang bernama Ni Sulasih. Ni
sulasih hidup bersama Ibunya karena ayahnya
telah meninggal, jadi mereka tinggal berdua saja digubuknya.Ni Sulasih
merupakan gadis yang baik hati, ulet, rajin membantu tiap pekerjaan Ibunya
dengan tulus tanpa mengeluh sedikitpun. Akan tetapi banyak teman-temannya yang
selalu mengejek dan mengolok-oloknya, lantaran rupanya tidak secantik
teman-temannya itu, dimana Ni Sulasih menderita penyakit kulit hampir disekujur
tubuhnya.
Pada suatu hari
Ni Sulasih sedang mencuci pakain, seuasai mencuci Ni Sulasih mandi disana.
Ketika ia sedang mandi mandi, datanglah Ni Kerti bersama teman-temannya yang
juga akan mandi di sungai itu. Lantaran jengkel mereka melihat Ni Sulasih mandi
disana , mereka lantas mengusirnya. Karena merasa belum puas Ni Kerti juga
mengasut para penduduk bahwa Ni Sulasih mempunyai penyakit yang menular untuk
mengusir Ni Sulasih dari desanya itu. Karena rasa kawatir dan gelisah para
penduduk itu akhirnya mengusir Ni Sulasih dan Ibunyapun Ikut menemaninya. Ni
Sualsih dan Ibunya hanya bisa meratapi nasibnya. Tidak terasa perjalan
selangkah demi selangkah Ni Sulasih beserta Ibunya sampai disuatu hutan dan berhenti sejenak menghilangkan
lelah sambil merenungkan nasib mereka sambil berlinangkan air mata, tak lama
kemudian datanglah seeorang kakek berpakai seperti pendeta mendekati Ni Sulasih
bersama Ibunya dan bertanya kenapa mereka bisa berada ditengah hutan belantara
ini, lalu Ni Sulasih menceritakan semuanya kepada kakek itu dengan suara sahdu.
Setelah mendengar cerita Ni Sulasih kakek itu terharu mendengarnya. Kakek itu dapat merasakan bahwa Ni Sulasih adalah
seorang gadis yang baik, maka dari itu
kakek itu memberikan nasehat serta menyuruh
Ni Sulasih untuk bertapa di tengah hutan di kaki gunung muliya tidak jauh dari tengah
hutan belantara di desanya , sementara Ibunya disuruh kembali ke desanya dan
dipastikan Ni Sulasih akan baik-baik saja.
Diceritakan,
Ibunya sudah kedesa dan Ni Sulasih Sudah berangkat menuju kegunung Muliya
setelah di beri wejangan dan bekal oleh
kakek itu, bekalnya semacam kalung yang berguna baginya agar tidak ada binatang
buas atau siapapun yang bisa menggangunya baik dalam perjalanan atau ketika
bertapa. Sesampai kaki gunung Ni sualasih tidak lupa wejangan yang diberikan
oleh kakek tua di tengah hutan itu, lalu Ni sulasih memohon dengan hati tulus
pada Hyang Kuasa agar ia bisa sembuh dari penyakit kulit yang dideritanya dan
agar masyarakat bisa menerima kehadirannya lagi didesa tempat tinggalnya. Seraya
memohon, Ni Sulasih memulai tapanya. Hari demi hari, bulan berganti tahun Ni
Sulasih bertapa dengan tenang tanpa ada gangguan apapun. Pada saat bulan
purnama hari ke 720 hari pertapaan Ni Sulasih,
ketika pas bulan purnama berada tepat diatas kepala, sinarnya menerangi
seluruh hutan dengan terangnya. Ketika menjelang hari mau pagi ada sayup-sayup
suara didengar oleh Ni Sulasih “Sulasih, sulasih,,,,permintaanmu telah di
kambulkan, kini saatnya engkau kembali
kedesa, usaikan tapamu kemudian berendamlah kamu dalam sungai disekitarmu”.
Mendengar hal tersebut akhirnya Ni Sulasih menghakhiri tapanya serta membukak
mata perlahan soraya melihat keberbagai arah tapi tidak melihat siapapun juga,
Ni Sulasih keherannan, tapi ia ingat apa yang dikatakan tadi oleh orang yang
tidak ia tau untuk berendam di sungai sekitarnya itu. Setelah berendam dan
membersihkan diri Ni Sulasih sangat gembira dan bersukur atas keagungan,
kemuliyaan Hyang Kuasa sebab ia sudah sembuh dari sakitnya, kemudian iapun
kembali kedesanya menemui Ibunya sesuai wejangan kakek yang menyuruh ia
bertapa.
Sesampainya Ni
Sulasih didesanya, para penduduk tersentak kaget melihat Ni Sulasih datang
kembali kedesa dengan wajah yang rupawan menawan hati, rupanya begutu cantik.
Akhirnya melihat Ni Sulasih yang seperti itu tanpa cacat kulit sedikitpun,
masyarakat didesanya menerima kembali ia untuk tinggal bersama-sama kembali
soraya meminta maaf. Akan tetapi Ni Kerti tidak senang akan hal itu dan coba
mengerjai Ni Sulasih, tapi sayang usahanya tidak membuahkan hasil (gagal).
Namun apa yang terjadi setelah itu? entah kenapa penyakit yang dulu pernah
dialami Ni Sulasih, kini dialami oleh Ni Kerti.Sekujur tubuh Ni kerti Bernanah
dan borok seperti penyakit yang aneh, karena para penduduk merasa takut
penyakit yang dideritanya itu menular, akhirya juga Ni Kerti diusir dari desa
itu. Ni Kerti berjalan seakan-akan tidak sadar diri sambil menggaruk-garuk
kulitnya ia pergi meninggalkan desa dan hilang dalam bayangan penduduk.
Karya;
Suci
Sutrisnawati Ni Putu
&
Juliadi
Supadi I Made
No comments:
Post a Comment