"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, MARI KITA JAGA PIKIRAN, PERKATAAN DAN PERBUATAN SEHINGGA KITA BISA MENJADI TELAAN, INGAT HIDUP HANYA UNTUK MENJALANKAN KARMA DARI PERBUATAN KITA YANG TERDAHULU. SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.

Thursday, January 24, 2013

KAJIAN MIMESIS



ANALISIS KARYA SASTRA
          Ada empat langkah untuk menangkap gambaran mimesis yang ada dalam karya sastra berbentuk puisi, diantaranya:
a.      Memahami kata-kata/ungkapan dalam puisi.
b.     Membentuk paraphrase (memprosakan puisi).
c.      Pengungkapan makna.
d.     Menganalisis puisi atau kaitannya dengan kenyataan puisi “Siwa rarti” kan dikaji pendekatan mimesis.
Berdasarkan atas pemahaan  Pendekatan dan langkah gambaran mimesis tersebut, maka penganalisisan Puisi “Siwa rarti” karya I Made Sudiana sebagai berikut:
Siwa Ratri
Prawanining tilem kapitu
peteng sipeng kadi bulun petu
I Lubdaka ngepil jerih mati kutu
mamona ngepik-ngepik daun taru
nyiksik bulu tan lali madéwa ratu
éling dosa tan naen ngaturang caru
uleng maburu ngulurin sadripu       
déning swadharmané mula iku
Hyang Siwa ngicén swarga maha ketu
sakatiling ambek sané patut tiru
anggén suluh naptap peteng pitu.                  

            (I  Made Sudiana) Pada puisi “ Siwa Ratri” ini kita dapat lihat bahwa ada suatu penggambaran lingkungan sosial kehidupan masyarakat pada saat hari Siwa rarti yang mengungkapkan suatu kisah perjalanan I Lubdaka pada saat purwani tilem kepitu. Pelukis melukiskan bulan kepitu, peteng sipeng, , ngepil jerih, mamona, nyiksik bulu dan peteng pitu. Kata-kata tersebut merupakan suatu pelukisan penyair pada keadaan  perasaan mencekam dan sepi. Suasana tersebut terlihat jelas pada baris puisi pertama samapi ke baris kelima.Penyair seolah-olah merasakan  suasana Siwa rarti membisa padanya, mengembuskan diri dalam segala renung hidupnya. Pada baris berikutnya yang ke enam sampai baris akhir  dalam puisi “Siwa Rarti” perhatian penyair memokuskan suasana kedalam perenungan. Misalnya pada baris puisi yang ke lima “nyiksik bulu tan lali madéwa ratu”, sekan dalam baris ini penyair menggambarkan suatu perenungan atas segala apa yang dilakukan oleh si Lubdaka.